Pertunjukan yang ditampilkan Suku Dayak Tingalan adalah sejarah makanan khas Suku Dayak Tingalan. Pada jaman dahulu, moyang Suku Dayak Tingalan tidak hanya mengenal bahan makanan daging dan buah. Bahan makanan yang pertama kali ditemukan adalah Polod. Peristiwa ditemukannya bahan makanan dari pohon Polod bukan ditemukan lewat mimpi melainkan petunjuk yang diperoleh dari seekor anjing. Keberadaan anjing dalam kehidupan Suku Dayak Tingalan berperan sebagai teman dan penjaga. Anjing tersebut menggonggong atau menyalak pohon Polod terus-menerus tidak mau pindah dari tempat tersebut. Akhirnya moyang Dayak Tingalan melihat apa yang digonggong dan ternyata hanya sebuah pohon. Pertama moyang tidak menghiraukan tetapi lama-kelamaan karena jengkel kemudian pohon Polod diambil. Tak lama kemudian anjing tersebut mengais di sekitaran pohon Polod dan terdapat jatuhan dari pohon Polod semacam kapas berwarna coklat. Tanpa berfikir panjang moyang pun pengambil benda yang seperti kapas tadi dan kegunaan dari benda tersebut adalah cikal bakal adanya api dengan nama “Tiikan Todok”. Tiikan Todok adalah korek api dari bambu dengan todok dari polod. Setelah itu, anjing peliharaan moyang menemukan air dengan gonggongannya. Patipolod berwarna putih itulah yang digonggongnya dan baik untuk dibuat sebagai makanan.
Karena pengelolaan polod dirasa rumit dan manusia semakin banyak, maka bahan makanan pun beralih ke pohon sagu hutan atau yang di sebut Suku Dayak Tingalan adalah paluon. Paluon terbilang lebih lama dikonsumsi. Permasalahan yang timbul adalah pohon sagu hutan semakin langka dan pengolahannya pun dirasa masih rumit karena harus menggunakan ritual-ritual yang harus dipatuhi. Setelah beberapa kurun waktu, terutama setelah ditemukannya singkong atau ubi kayu, maka makanan khas Suku Dayak Tingalan beralih ke singkong. Sejak saat itu sampai sekarang ini, makanan tersebut masih di makan. Selain regenerasi yang lebih cepat, singkong juga mudah dalam hal pengolahannya.
Selesai dengan pertunjukan dari Suku Dayak Tingalan, pada siang harinya digelar pertunjukan dari Suku Dayak Punan. Dayak Punan adalah sub suku Dayak yang istimewa karena tidak seperti suku Dayak lain yang mengenal sistem perkampungan. Dayak Punan mempraktekan hidup nomadic atau hidup berpindah-pindah di hutan. Namun saat ini sudah banyak yang menempati perkampungan, jika di Kalimantan Tengah, Dayak Punan yang menempati perkampungan disebut sebagai Punan Pamarentah. Beberapa ahli meyakini Dayak Punanlah penduduk awal pulau Kalimantan. Persebaran Dayak Punan hampir merata di semua Kalimantan, dan Dayak Punan memiliki banyak rumpunnya misal Punan Hovongan di Kalimantan Barat, Punan Kareho, Punan Murung di Kalimantan Tengah. Dalam kesempatan yang diberikan Suku Dayak Punan menampilkan berbagai kesenian yang mereka miliki. Kesenian-kesenian yang dimiliki oleh masing-masing suku merupakan sebuah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa karena dengan adanya berbagai kesenian dan kebudayaan yang kita miliki, menunjukkan betapa indahnya Malinau didalam perbedaan. Seperti Pelangi yang semakin banyak warna akan semakin terlihat indah, begitulah penyampaian dari Bupati Malinau Dr. Yansen TP. Msi.
sumber : kodimmalinau.com